Makalah Faktor yang Menyebabkan Munculnya Dinamika Kurikulum di Sekolah


Makalah Faktor yang Menyebabkan
Munculnya Dinamika Kurikulum di Sekolah

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan lembaga untuk peserta didik. Kurukulum disusun oleh para ahli pendidikan/ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan, serta unsur-unsur masyarakat lainnya. Rancangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana pendidikan, dalam proses pembimbingan dalam perkembangan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ia cita-citakan. Suatu kurikulum diharapkan memberi landasan, isi dan menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan dan tantangan perkembangan masyarakat.
Dinamika kurikulum pendidikan bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan sesuai dengan perkembangan pola pikir manusia dalam suatu masyarakat (bangsa) dan kemajuan suatu bangsa. Adanya realitas bahwa manusia selalu mengalami perubahan dalam hidupnya karena meningkatnya kemampuan berpikir serta kondisi yang terjadi, maka untuk menyelaraskan adanya kemajuan-kemajuan tersebut Pendidikan juga selalu mengikuti dinamika perkembangan
B.     Rumusan Masalah
  1. Faktor apa sajakah yang dapat menyebabkan munculnya dinamika kurikulum di sekolah?
  2. Bagaimanakah prosedur pembaruan kurikulum?
  3. Bagaimanakah menilai suatu kuriikulum itu?
  4. Kesulitan-kesulitan apasajakah yang dapat memperlamban pembaruan kurikulum?
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian dan Tujuan Dinamika Kurikulum
Dinamika dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti gerak (dari dalam), tenaga yang menggerakkan, semangatDinamika sering dikaitkan dengan kata pembaharuan (inovasi) atau perubahan yang berjalan.[1] Perubahan kurikulum adalah suatu kegiatan atau usaha yang di sengaja untuk menghasilkan kurikulum baru secara lebih baik, yang di dasarkan atas perbedaan satu atau lebih komponen kurikulum dalam dua periode waktu yang berdekatan.
Perubahan kurikulum dapat bersifat sebagian, dan dapat terjadi atau bersifat menyeluruh. Perubahan dapat dikatakan sebagian apabila perubhn tersebut hanya terjadi pada komponen kurikulum tertentu. Misalnya, perubahan metode mengajar saja atau sistem penilainnya saja. Perubahan yang sifatnya sebagian ini, tidak akan banyak berpengaruh pada komponen kurikulum lainnya. Sedangkan, perubahan kurikulum yang bersifat menyeluruh terjadi jika dalam kegiatan kurikulum itu terjadi perubahan terhadap keseluruhan komponen kurikulum. Misalnya, erubahan itu mencakup komponen tujuan, isi, metde, media, organisasi, dan setrategi pelaksanaannya. [2]
Makna perubahan ada perbedaannya dengan pembaharuan adapun makna pembaharuan adalah suatu gagasan atau praktek kurikulum baru dengan mengadopsi bagian-bagian yang potensial dari kurikulum tersebut dengan tujuan memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu. Pembaharuan atas kurikulum hanyalah dilakukan apabila dari pihak guru ada suatu keyakinan terhadap pembaharuan itu.[3] Dengan kata lain pembaharuan adalah suatu usaha yang disengaja dan dirancang atas pertimbangn dan keputusan yang matang.[4] Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembaharuan (inovasi) kurikulum biasanya menunjukkan pembaharuan yang relattif terbatas dalam bidang kurikulum ( perubahan dalam skala mikro), sedangkan perubahan kurikulum merupakan perubahan yang sifatnya menyeluruh terhadap komponen-komponen sistem kurikulum (perubahan pada taraf makro).[5]
Dinamika kurikulum pendidikan bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan sesuai dengan perkembangan pola pikir manusia dalam suatu masyarakat (bangsa) dan kemajuan suatu bangsa. Adanya realitas bahwa manusia selalu mengalami perubahan dalam hidupnya karena meningkatnya kemampuan berpikir serta kondisi yang terjadi, maka untuk menyelaraskan adanya kemajuan-kemajuan tersebut Pendidikan juga selalu mengikuti dinamika perkembangan tersebut.[6]
B.     Faktor-Faktor yang Menyebabkan Munculnya Dinamika Kurikulum di Sekolah
Kurikulum merupakan ruhnya penddidikan. Dikatakan ruh karena semua isi dan muatan yang terkandung dalam pendidikan terdapat dalam kurikulum. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang dapat diterapkan dalam pendidikan dan dapat mencapai tujuan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu kurikulum dalam prakteknya tidak selalu mengalami perubahan-perubahan dalam rangka menyesuaikan dengan kondisi dan situasi lingkungan. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya dinamika kurikulum di sekolah, Diantaranya yaitu:
1.    Kebijakan Pemerintah
Perubahan yang terjadi dalam pendidikan selalu didorong oleh adanya penguasa yang baru. Oleh karena itu setiap berganti penguasa maka sering terjadi pergantian kebijakan dalam pendidikan, termasuk perubahan kurikulumnya.
Kebijakan pendidikan pada saat merdeka dipengaruhi oleh penguasa penjajah, sedangkan kebijakan pendidikan pada masa mempertahankan kemerdekaan dipengaruhi pemerintah orde lama, berikutnya kebijakan pendidikan saat sudah tidak terjajah dan masa negara yang benar-benar merdeka dan menggalakkan pembangunan didominasi oleh penguasa orde baru, kemudian runtuhnya orde baru mulailah kebijakan pendidikan yang diwarnai oleh penguasa orde reformasi, dan seterusnya.
Kebijakan pendidikan diartikan sebagai keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah setrategis  pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk kurun waktu tertentu.
Berdasarkan dari pengertian tentang kebijakan pendidikan diatas dapat dipahami bahwa setiap kebijakan terdapat batas waktu tertentu sebagai kurun berlakunya suatu kebijakan, karena akan berhenti ketika terdapat kebijakan yang baru oleh pemerintahan yang baru pula.[7]
2.    Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kurikulum sebagai bagian dari komponen sistem pendidikan nasional selalu mengalami dinamika perubahan sejalan dengan perkembangan ilmu, teknologi dan sosial budaya masyarakat. Terkait dengan relevansi kurikulum dengan mempersiapkan siswa menghadapi dunia globalisasi, maka kurikulum harus memperhatikan aspek-aspek perkembangan IPTEK dan IMTAK terutama menyangkut penyiapan dasar keterampilan, kecerdasan dan kreativitas serta kepribadian.[8]
Perubahan-perubahan yang hebat dan cepat dalam masyarakat memberikan tugs yang lebih berat kepada sekolah. Sekolah yang tradisional, yang hanya menoleh kebelakang pasti tidak dapat memberikan pendidikan yang relevan. Anak-anak yang kini memasuki SD akan menghadapi dunia yang sangat berbeda pada 15 atau 20 tahun lagi ketika ia menyelesaikan studinya di universitas. Seorang pengarang bernama Norman Cousins memberikan peringatan bahwa kita akan segera terbelakang bilaa kita tidak senantiasa menyesuaikan diri dengan perkembangan sosial, politik, maupun ekonomi.[9]
3.    Tuntutan Masyarakat
Perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat menuntut syarat-syarat yang lebih berat dan lebih tinggi dari tiap-tiap warganegara. Anak-anak harus memiliki bermacam-macam keterampilan dan sejumlah besar pengetahuan agar hiupnya terjamin. Singkatnya makin maju masyarakat, makin banyak yang harus diperoleh anak-anak, makin banyak matapelajaran yang harus dikuasai oleh anak-anak dan karena itu bertambah lamalah mereka harus bersekolah.
Perubahan-perubahan yang hebat dan cepat dalam masyarakat, sering  menyebabkan sekolah tidak sanggup mengikuti jejak kemajuan masyarakat. Akibatnya, sekolah semakin lama bertambah jauh ketinggalan dan dicap konservatif, tradisional. Sekolah tidak bisa bergerak secepat masyarakat, dan sering sekolah berpegang teguh pada matapelajaran yang dahulu memang fungsional, akan tetapi pada masa modern ini sudah tidak memenuhi tuntutan zaman. Timbullah kecaman bahwa sekolah itu kolot, mengasingkan diri dari masyarakat dan karena itu tidak mampu dan serasi lagi untuk mempersiapkan anak-anak bagi kehidupan mereka dalam dunia modern ini. Kritik serupa ini akan selalu timbul dan mengharuskan sekolah untuk meninjau kurikulumnya kembali agar lebih relevan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat, karena kurikulum yang baik pada suatu saat, sudah tidak lagi sesuai dalam keadaan yang berubah.
Oleh karena itu mendidik anak dengan baik hanya mungkin jika kita memahami masyarakat tempat ia hidup. Karena itu setiap pembina kurikulum harus senantiasa mempelajari keadaan, perkembangan, kegiatan dan aspirasi masyarakat.[10]
4.     Perubahan sosial yang berdampak pada pendidikan.
Perubahan social merupakan perubahan tingkah laku  dan sikap yang terjadi pada individu, kelompok individu, maupun organisasi. Perubahan itu terjadi dapat disebabkan karena interaksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok , organisasi dengan kelompok, atau organisasi dengan organisai.
5.    Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan Masyarakat.
Tujuan utamaa dari seseorang menyekolahkan anaknya adalah agar suatu saat mampu bekerja dan memiliki penghasilan yang cukup untuk kelangsungan hidup mereka.
6.    Masalah Mutu Pendidikan.
Tuntutan terhadap peningkatan mutu pendidikan dapat menyebabkan perubahan kurikulum yang berlaku. Pemerintah berupaya keras mengejar ketertinggalan di bidang kualitas atau mutu pendidikan dengan menetapkan standar kelulusan.
9.    Studi Komparatif terhadap Kurikulum Negara Lain.
Studi pendidikan Komparatif sebaiknya tidak hanya terbatas pada pengetahuan tentang segala sesuatu perihal sistem pendidikan Negara lain.[11]
C.  Prosedur Pembaruan Kurikulum
Pada pokoknya ada dua prosedur utama untuk mengubah kurikulum. Yaitu apa yang disebut “administratif approach” dan “grass roots approach”.
1.         Administratif approach
Administratif approach yaitu perencanaan yang dilakukan oleh pihak atasan untuk kemudian diturunkan pada instansi-instansi bawahan  sampai kepada guru-guru. Jadi “from the top down” dari atas kebawah atas inisiatif administrator.
Pendekatan administratif banyak menggunakan panitia-panitia untuk merencanakan kurikulum baru, menyusun buku pelajaran, menyebarluaskannya, dan sebagainya. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya Penataran merupakan syarat muthlak untuk memberikan keterampilan pada guru. Seluruh administrasi pendidikan dikerahkan untuk mengkomunikasikan pembaruan ini kepada guru-guru dan segenap lapisan masyarakat. Peraturan-peraturan resmi dikerahkan untuk menjamin terlaksananya kurikulum baru itu. Jadi dalam pendekatan administrasi ini dapat dikerahkan sejumlah besar ahli dan tenaga edukatif maupun administratif dengan cara yang terkoordinasi dan terorganisasi.
Perubahan kurikulum serupa ini dapat dilakukan serentak dan unform (seragam) di suatu negara dengan melibatkan seluruh aparat kementrian pendidikan. Usaha pemerintah ini biasanya tidak menemukan tantangan dari pihak guru yang sudah biasa menerima dan melaksanakan instruksi dan perintah dari atasannya.
Meskipun pendekatan administratif mempunyai banyak kebaikan, namun ditinjau dari segi tertentu juga mempunyai kelemahan. Antara lain yaitu cara ini cenderung otoriter dan kurang demokratis dan merupakan keputusan atasan yang harus dilaksanakan oleh guru-guru. Guru sendiri kurang dilibatkan dalam permulaan dan perencanaannya. Karena itu guru-guru kurang berusaha mendalaminya dan kurang memahaminya menyebabkan kembalinya praktik-praktik lama. Maka pembaruan itu menjadi semu dan akan mengalami kegagalan. Tanpa perubahan pada guru tak akan terjadi perubahan dalam kurikulum. Pembaharuan yang tidak tumbuh dan berakar dalam pribadi guru dan hanya melakukan atas dasar kepatuhan akan perintah akan gagal dan lenyap jika pengawasan tidak senantiasa dierketat.
2.         Grass roots approach
grass roots approach  yaitu pembaharuan kurikulum yang dimulai dari akar “from the bottom up” atau dari bawah, yakni dari pihak guru atau sekolah secara indivdual dengan harapan agar meluas kesekolah sekolah lain.
Perubahan kurikulum dengan pendekatan grass roots approach  dimulai dari sekolah secara sendiri-sensiri.kepala sekolah serta guru menginginkan suatu perubahan, arena melihat kekurangan yang ada dalam kurikulum yang berlaku. Mereka tertarik dengan ide-ide baru mengenai kurikulum dan bersedia untuk menerapkannya  disekolah mereka untuk meningkatkan mutu pelajaran. Semua guru patut berpartisipasi dalam segala aspek pembinaan kurikulum baru. Dengan demikian mereka terlibat secara pribadi dan mereka berusaha mengatasi kesulitannya sendiri.
Kurikulum yang mereka susun relevan dengan keadaan riil yang mereka hadapi.mereka bersama-sama menyusun satuan-satuan pelajaran, kemudin dicobakan sendiri kemudian dinilai untuk diperbaiki.
Inisiatif dan kepemimpinan pembaruan ini terletak di tangan guru setempat. Oleh karena itu guru setempat tentu mempertimbangkan berbagai faktor lainnya seperti peraturan yang berlaku, syarat gelar minimal perguruan tinggi, keinginan pemerintah dan sebagainya.
Pembaruan kurikulum oleh guru untiuk kepentingan anak di sekolah dalam lingkungan tertentu yang mempunyai kebutuhan tersendiri akan lebih mantap. Guru-guru mendapat tanggungjawab penuh atas mutu pendidikan yang merupakan dorongan untuk menjadi kreatif, untuk senantiasa memperhatikan perkembangan mengenai pembinaan kurikulum.
Kelemahan pendekatan ini adalah bahwa usaha-usaha ini bersifat lokal. Tidak mempunyai koordinasi dan organisasi sehingga tidak dapat disebarkan secara nasional. Pembaruan bergantung kebanyakan kepada kepala sekolah yang mungkin otoriter dan kurang terbuka bagi pembaharuan, tetapi juga pada kemampuan dan kesediaan guru. Pembaruan kurikulum adalah usaha yang luas dan kompleks yang memerlukan pemikiran dan partisipasi dari semua pihak. Sekolah tidak mampu mengemban dengan tenaganya sendiri.
Jadi dari masing-masing pendekatan ini mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kita tidak perlu memandang keduanya sebagai dua cara yang bertentangan. Dalam pendekatan administratif dapat dusahakan partisipasi guru-guru, misalnya dengan menurut sertakan mereka dalam mencobakan kurikulum baru, meminta pendapat dan penilaian mereka sebagai umpan balik serta memberikan kebebasan untuk menyesuaikannya dengan keadaan setempat.
Demikian pula pendekatan perubahan dari bawah dapt di bantu oleh pemerintah dengan mempublikasikan usaha-usaha pembaharuan disekolah-sekolah agar secara umum dapat dikenal dan ditiru.
Pada intinya perencanaan perubahan kurikulum harus merupakan dialog antara atasan dan bawahan dalam suasana saling menghargai pendapat. Perubahan kurikulum adalah sesuatu yang wajar karena perubahan yang terus menerus dalam masyarakat dan kehidupan.[12]

D.  Penilaian Kurikulum
Sebelum mengubah kurikulum hendaknya diadakan penilaian-penilaian tentang kurikulum yang sedang dijalankan. Penilaian juga perlu untuk mengetahui hingga manakah kurikulum mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan seperti yang tercantum dalam kurikulum itu.
Penilaian kurikulum tidaklah mudah. Baik tidaknya suatu kurikulum pada hakikatnya dapat dinilai dari hasilnya, yakni dari kedudukan, kehidupan, atau prestasi pada lulusannya. Bila lulusannya dapat menduduki posisi yang penting dalam penerintahan, perusahaan ataupun masyarakat, maka lembaga pendidikan itu mendapat nama baik dan kurikulumnya efektif. Namun kita dapat menyangsikan kebenaran anggapan tersebut, karena yang diandalkan mereka yang sangat menonjol prestasinya, sedangkan mereka yng tidak menduduki tempat yang berarti dalam masyarakat. Bahkan yang gagal tidak mendapat perhatian. Penilaian itu terlampau kasar dan tidak didasarkan atas penelitian yang sistematis.
Penilaian kurikulum harus dimulai dengan hakikat dan tujuan kurikulum. Kurikulum merupakan alat untuk mengubah kelakuan anak didik. Efektifitas kurikulum berwujud dalam perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan murid. Tentu saja, tanpa pendidikan formal, setiap anak akan menjalani perubahan menuju kedewasaan. Akan tetapi tanpa pendidikan sekolah, perubahan-perubahan tertentu yang diinginkan tidak akan terjadi.
Kurikulum sekolah bukan satu-satunya alat untuk mengubah kelakuan manusia. Dengan adanya kurikulum kita juga belum dapat meramalkan, apakah akan tercapai hasil yang diharapkan. Belum ada teori belajar yang menjamin akan tercapainya tujuan yang ditentukan dengan kegiatan belajar mengajar tertentu. Hasil angka-angka ujian akhir misalnya, tidak dapat dijadikan patokan untuk meramalkan masa depan seorang lulusan.
Banyaknya kesulitan yang dihadapi untuk menilai suatu kurikulum secara ilmiah. Alatalat untuk menilainya pun tak tersedia. Maka sering suatu kurikulum diubah, bukan berdasarkan penilaian atas hasil kurikulum itu, akan tetapi atas pengaruh berbagai hal lain.
Sering suatu kurikulum sudah diubah sebelum dinilai hasilnya. Kurikulum baru biasanya dimasukkan sambil mengritik kurikulum lama, seakan-akan yang lama itu tidak mengandung kebaikan—kebaikan yang dengan sendirinya akan ikut terbuang. Maka sebaiknya setiap perubahan kurikulum sekaligus juga merupakan perbaikan kurikulum secara menyeluruh.[13]
E.  Kesulitan-kesulitan yang Memperlamban Pembaharuan Kurikulum
Kesulitan-kesulitan yang memperlamban pembaharuan kurikulum dalam pengajaran disekolah adalah:
1.      Keengganan masyarakat yang mencurigai perubahan karena anggapan bahwa pendidikan mereka  dahulu di sekolah baik dan khawatir dan hawatir kalau pembaharuan justru membawa kerugian bagi anak-anak.
2.      Sekolah pada hakikatnya konservatif dan terutama melihat tugasnya untuk menyampaikan kebudayaan masa lampau. Adakalanya sekolah jauh ketinggalan zaman dalam mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan. Namun dalam pembangunan ini, dalam dunia yang serba dinamis ini diharapkan agar sekolah juga menjadi “agent of change” dan karena itu harus terbuka ide-ide baru.
3.      Guru-guru cenderung mempertahankan prktek-praktek rutin. Sekalipun dengan instruksi atasan yang mengharuskan menjalankan proses mengajar lain, ia sukar mengubah dan meninggalkan kebiasaannya.
4.      Para penilik sekolah dan staf kementrian Dep Dikbud tidak semua mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang proses belajar mengajar, mereka juga tidak mampu mendemonstrasikan metode-metode baru.
Metode baru harus di perlihtkan, di demonstrasikan agar memberikan kemungkinan yang lebih besar akan diikuti dan ditiru. Kanwil hendaknya menyiapkansejumlah petugas yang mampu dan terampil, yang mengunjungi sekolah untuk memperagakan cara-cara baru dalam segala aspek proses belajar mengajar.
5.      Administrasi sistem pendidikan terlampau dipusatkan dalam tangan-tangan pejabat-pejabat tertentu yang menjalankan pembaharuan melalui saluran birokratis. Guru tidak diberi kesempatan mengembangkan kreativitas dan inisiatif serta mengadakan eksperimen dengan metode-metode baru.[14]

DAFTAR PUSTAKA
Dinn Wahyudin. Manajemen Kurikuum. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya offset, 2014)
Nasution, ASAS-ASAS KURIKULUM, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2003).
Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT CITRA ADITYA, 1993),
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996).
Sulthon, Ilmu Pendidikan, (kudus, Nora Media Inter press, 2011),
http://lenny-mersivola.blogspot.co.id/(diakses pada tanggal 26 oktober 2015, pukul 7:11).



[1] http://lenny-mersivola.blogspot.co.id/(diakses pada tanggal 26 oktober 2015, pukul 7:11).
[2]Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm : 80-81
[3] Subandijah, Pengembangan Dan Inovasi Kurikulum,  hlm: 78-79
[4] Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT CITRA ADITYA, 1993), hlm 156.
[5] Subandah, Subandijah,Pengembangan Dan Inovasi Kurikulum hlm: 84.
[6]Sulthon, Ilmu Pendidikan, (kudus, Nora Media Inter press, 2011), hlm: 146.
[7] Sulthon, Ilmu Pendidikan,hlm: 146-147.
[8] Sulthon, Ilmu Pendidikan, hlm: 150.
[9] Nasution, ASAS-ASAS KURIKULUM, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2003), hlm: 153-154.
[10]Nasution, ASAS-ASAS KURIKULUM, hlm: 152-153.
[11] Dinn Wahyudin. Manajemen Kurikuum. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya offset, 2014) hlm.164-165
[12] Nasution, ASAS-ASAS KURIKULUM, hlm:  256-260.
[13] Nasution, ASAS-ASAS KURIKULUM, hlm: 252-255.
[14] Nasution, Pengembangan Kurikulum. hlm 160-161.
Ruang Belajar Channel
Ruang Belajar Channel Education Content Creator

Posting Komentar untuk "Makalah Faktor yang Menyebabkan Munculnya Dinamika Kurikulum di Sekolah"