MAKALAH PERKEMBANGAN ISLAM DI ASIA TENGGARA DAN NASIB MUSLIM MASAKINI (BRUNAI DARUSSALAM, THAILAND, MALAYSIA, DAN FILIPINA)

 

PERKEMBANGAN ISLAM DI ASIA TENGGARA
DAN NASIB MUSLIM MASAKINI
(BRUNAI DARUSSALAM, THAILAND, MALAYSIA,
DAN FILIPINA)
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Umat islam merupakan mayoritas penduduk Asia Tenggara, khususnya di negara Malaysia, Thailand selatan, dan Brunei dan masyarakat moro di Filipina. Proses konversi massal masyarakat dunia melayu ke dalam Islam berlangsung secara damai. Konversi ke dalam Islam merupakan proses panjang, yang masih terus berlangsung sampai sekarang. Di Asia Tenggara, Islam merupakan kekuatan sosial yang patut diperhitungkan, karena hampir seluruh negara yang yang ada di Asia Tenggara penduduknya baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam.
Asia tenggara dianggap sebagai wilayah yang paling banyak pemeluk agama Islam. Termasuk wilayah ini adalah pulau-pulau yang terletak di sebelah timur India sampai lautan Cina dan mencangkup Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
Sejarah masuknya islam di asia tenggara  sampai saat ini merupakan polemik panjang yang menimbulkan pro dan kontra  antara sejarawan agamawan,  arkeolog dan intelektual. Namun yang menjadi referensi umum masuknya islam di Asia tenggara adalah melalui proses perdagangan internasional yang berpusat diselat malaka  melalui para pedagang muslim PersiaArab,  dan India.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarka  latar belakang diatas, terdapat beberapa rumusan masalah, yaitu :
  1. Bagaimanakah tori-teori masuknya Islam di Asia tenggara ?
  2. Bagaimanakah proses masuknya Islam ke Asia tenggara?
  3. Bagaimanakah sejarah perkembangan Islam dan umat masa kini di negara-negara di kawasan Asia tenggara (Brunai Darussalam, Thailand, Malaysia dan Filipina)?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Teori Masuknya Islam di Asia Tenggara
Mengenai tempat asal datangnya Islam ke Asia Tenggara, ada tiga teori besar, yaitu:
1)        Teori yang Menyatakan Bahwa Islam Datang Langsung dari Arab (Hadramaut)
Teori ini dikemukakan oleh Crawfurd (1820), Keyzer (1859), Nieman (1861), De Hollander (1861), dan Veth (1878). Crawfurd menyatakan bahwa islam datang lansung dari Arab. Keyzer menyatakan bahwa islam datang dari Mesir yang bermadzhab Syafi’I, sama yang dianut muslim Nusantara umumnya. Teori ini juga dipegang oleh Nieman dan De Hollander, tetapi dengan menyebut Hadramaut, bukan Mesir sebagai sumber datangnya Islam. Sedangkan Veth hanya menyebut orang-orang Arab tanpa menyebut Timur Tengah atau kaitannya dengan Hadramaut, Mesir atau India.
2)        Teori yang Menyatakan Bahwa Islam Datang dari India, Yakni Gujarat dan Malabar
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Pijnapel. Berdasarkan terjemahan Prancis tentang catatan perjalanan Sulaiman, Marcopollo, dan Ibnu Batuta, ia menyimpulkan bahwa orang-orang Arab yang bermadzhab Syafi’i dari Gujarat dan Malabar di India yang membawa Islam ke Asia Tenggara. Melalui perdagangan, amat memungkinkan terselenggaranya hubungan antara kedua wilayah ini, ditambah lagi dengan umumnya istilah-istilah Persia yang dibawa dari India digunakan oleh masyarakat kota-kota pelabuhan di Asia Tenggara. Teori ini lebih lanjut dikembangkan oleh Morrison 1951 dengan merujuk tempat yang pasti bahwa Islam datang dari India, ia merujuk Pantai Koromondel sebagai pelabuhan bertolaknya para pedagang muslim dalam pelayaran mereka menuju Nusantara.

3)        Teori yang Menyatakan Bahwa Islam Datang dari Bengali (Bangladesh)
Teori ini dikembangkan oleh Fatimi yang mengutip keterangan  Tome Pures yang mengungkapkan bahwa kebanyakan orang terkemuka di Pasai adalah orang Benggali atau keturunan mereka. Dan Islam muncul pertama kali di Semenanjung Malaya, dari arah pantai timur, bukan dari barat (Malaka), pada abad ke-11 melalui Kantong Phanrang, Leran, dan tengranu.[1]

B.      Proses Masuknya Islam di Asia Tenggara
Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklukan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara.[2]
Pada awalnya Islam masuk ke Asia Tenggara masih terbatas pada kota-kota pelabuhan, dan kemudian baru memasuki wilayah pesisir dan pedesaan. Pada tahap inilah para pedagang, ulama, ustad (guru thariqah) dengan murid-murid mereka memiliki peranan yang penting dalam proses dakwah Islam. Dan yang menarik pada umumnya mereka memperoleh patronasi dari penguasa lokal. Islam pada tahap awal ini sangat diwarnai aspek tasawuf atau mistik ajaran Islam, walaupun aspek syari’ah juga tidak terabaikan. Hal ini berlangsung sampai abad ke 17. Hal ini terjadi karena Islam yang datang di Asia Tenggara dengan segala pemahamannya sangat cocok atau mirip dengan latar belakang masyarakat setempat yang masih dipengaruhi oleh eskketisme Hindu-Budha dan sinkretisme kepercayaan lokal. Salah satu faktor lainnya adalah realitasnya bahwa tarekat-tarekat sufi memiliki kecenderungan bersikap toleran terhadap pemikiran dan praktik lokal (tradisional) semacam itu, yang sebenarnya bertentangan dengan praktik ketat unilitarianisme Islam.[3]
Sejak abad pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka memang sudah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah (660-749).
Sejak abad ke-7 dan abad selanjutnya Islam telah datang di daerah bagian Timur Asia dan Asia Tenggara. Sebagaimana dikemukakan diatas Selat Malaka sejak abad tersebut sudah mempunyai kedudukan penting. Karena itu, para pedagang dan mubaligh Arab dan Persia yang sampai di China Selatan juga menempuh pelayaran melalui Selat Malaka.[4]

C.    Sejarah Perkembangan Umat Islam di Beberapa Negara di Asia Tenggara
1.        BRUNAI DARUSSALAM
a)           Sejarah Perkembangan Islam di Brunai Darussalam
Islam merupakan agama kerajaan Brunai Darussalam. Kesultanan Brunai telah mengislamkan wilayah-wilayah yang berada dalam kekuasaannya.
Lima abad lalu masyarakat Brunai yang mukim di Jerudong disebut orang kedayan adalah berasal dari jawa. Leluhur mereka tiba di brunai dimasa daulat Sultan Bolkiah. Inilah suku yang pertama tinggal di Brunai.[5] Oleh karena itu Perkebangan Islam di Brunei tidak bisa terlepas dari Indonesia yang mayoritas bermadzhab Syafi’i. Hal itu terlihat dari madzhab resmi Negara tersebut, yaitu madzhab Syafi’i.[6]
Kesultanan Brunai semula merupakan negara persemakmuran Inggris sejak 1888 M. Meskipun begitu, susunan hierarki tradisional tetap bertahan. Agama dan pendidikan agama tetap memainkan peranan penting dalam kehidupan masyarakat yang menyadarkan identitas Islam orang-orang melayu Brunai. Bahasa melayu menjadi media pengajaran keagamaan dan komunikasi diantara kaum muslim di brunai.
Brunai mengalami proses Islamisasi ketika kerajaannya telah berdiri tidak jauh berbeda dengan Pattani dan malaka. Tidak saja melihat kepedalaman  tetapi juga ke sebrang lautan dalam menjalankan peranannya sebagai jembatan penyebrangan islam. Keluarga kerajaan Brunai mendirikan suatu organisasi kekuasaan supradesa di teluk Mnila (Luzon).” Kesultanan” yang baru pada tahap pertumbuhan inilah yang dihadapi oleh spanyol ketiaka mereka mendarat di manila pada 1570.
Brunai yang menolak bergabung dengan malaysia memperoleh kemerdekaan penuh pada 1 januari 1984. Sistem politik tradisional diberlakukan kembali dalam bentuk modern dengan keluarga raja sebagai pemegang kepemimpinan kerajaan yang bernama kerajaan Brunai Darussalam.
Situasi politik di negara brunai darussalam tampaknya sangat tenang. Brunai berpenduduk 227.000 jiwa (1988) dengan kaum musim sebagai mayoritas, melayu 155.000 jiwa, cina pendatang 41.000 jiwa, masyarakat campuran 11.500 jiwa dan 20.000 dari eropa dan pekerja dari asia sekitarnya yang notabene dari filipina.
Sebagai agama resmi, Islam mendapat lindungan dari negara. Dominasi dari keluarga kerajaan dibidang pemerintahan dan tidak adanya demokrasi politik, memungkinkan pemerintah memberlakukan kebijaksanaan dibidang agama dan umum lainnya tanpa banyak kesulitan.
Kerajaan brunai darussalam merupakan negara yang menyatakan proklamasi kemerdekaannya pada tahun 1984. Konstitusinya secara tegas menyatakan bahwa negara tersebut adalah negara Islam yang beraliran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.  
Kalau diteliti secara mendalam, kepemimpinan Ahlusuunnah wal jama’ah menjadi rujukan ideal dengan menerapkan prinsip-prinsip ketatanegaraan dan pemerintahan dalam Islam yang meliputi al-Hurriyah (kemerdekaan), al-Adalah (keadilan, keseimbangan atau moderasi), al-Musawah (persamaan), al-Sura (musyawarah), dan ditambah dengan prinsip al muaradhah (pengawasaan masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah) serta prinsip al-Naqd al-Dhatihi atau muhasabat al-Nafs yakni membuka berbagai kelemahan dan kekurangan diri sendiri, mengetahui sebab-sebabnya serta cara-cara memperbaikinya.
Perkembangan Brunai, tampak sejalan dengan penerapan prinsip-prinsip Ahlus sunnah wal jama’ah tersebut, yang berimplikasi pada politik kehidupan umat Islam di Brunai Darussalam.
Sejak akhir abad XIX sampai abad XX terlihat perkembangan kehidupan keagamaan pada masyarakat Brunai yang sangat signifikan baik pada tingkat kelembagaan maupun penerapan ide-ide reformis. Dengan masuknya orde sufi Qdiriyah wa Naqsabandiyah serta penekanan pada teks-teks standar fiqih, secara langsung berpengaruh pada perkembangan kehidupan beragama.
Perubahan administrasi ketatanegaraan pada peralihan abad ini juga besar andilnya terhadap proses reformasi keagamaan. Karena sultan memiliki wewenang penuh dalam bidang agama, hubungan antara sultan dan agama menjadi sangat kuat.[7]
b)        Umat Islam Masa Kini di Brunai Darussalam
Agama Islam di Brunei merupakan agama resmi negara. Untuk pengembangan agama Islam lebih lanjut telah banyak masjid-masjid didirikan. Umat Islam di Brunei menikmati kehidupan yang benar-benar sejahtrera sesuai dengan namanya Darussalam (negeri yang damai).  Penduduk Brunei Darussalam mayoritas beragama Islam.
Di masa sekarang ini, Kerajaan Brunei menggunakan asas syariat Islam dalam penerapan hukum perundang-undangannya yang disebut sebagai hukum syarak.Hukum syarak tersebut mencakup undang-undang jenayah Islam (hukum Islam), muammalah, undang-undang keluarga, serta undang-undang keterangan acara. Penerapan hukum Islam ini tak lain karena pengaruh kuat dari Sultan Sharif Ali yang kukuh ingin menjadikan penduduk Brunei sebagai muslim sejati. Hal ini kemudian berimplikasi terhadap perilaku penduduk Brunei yang senantiasa mendasarkan perilakunya sesuai dengan syariat Islam. Hal yang paling menonjol terlihat dari busana wanita-wanita Brunei yang dikenal dengan sebutan ”baju kurung” yang tak lain merupakan pengejawantahan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Cara pengamalan Islam di Brunei didasarkan pada mazhab Syafi‘i dalam bidang fikih dan ahlusunnah waljamaah di bidang akidah. Semenjak diproklamirkan sebagai negara merdeka, Brunei menerapkan konsep "Melayu Islam Beraja" sebagai falsafah negara yang kemudian menjadi pedoman hidup penduduk Brunei hingga kini.
Penduduk Brunei hanya berjumlah 370 ribu orang dengan pendapatan berkapita sekitar 23,600 dollar Amerika atau sekitar 225 juta rupiah, Penduduknya 67% beragama Islam, Budha 13%, Kristen 10% dan kepercayaan lainnya sekitar 10%. Islam adalah agama resmi kerajaan Brunei Darusalam yang dipimpin oleh Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Waddaulah (1967-kini).[8]



2.        THAILAND
a)      Sejarah perkembangan Islam di Thailand
Islam datang ke Thailand dengan perantaran pedagang yang berasal dari Arab dan India. Para pedagang yang berasal dari Arab dan India disebut Khek Islam  (pedagang muslim) oleh penduduk setempat. Para pedagang tersebut meminta kepada raja siam untuk mendirikan masjid. Permohonan mereka dikabulkan oleh raja maka didirikanlah masjid Bangkok Noi (Bangkok Kecil). Islam disebarkan di Siam melalui hubungan dagang dan perkawinan.
Asep Ahmad Hidayat yang dikutip Jaih Mubarok menjelaskan bahwa sebelum tahun 1801, wilayah Thailand merupakan wilayah kesultanan Patani Darussalam (Patani Raya) yang meliputi Patani (Thailand Selatan), Trengganu, dan Kelantan (Malaysia). Pada tahun 1901, wilayah tersebut dikuasai oleh kerajaan Thailand. Berdasarkan perjanjian 1902, wilayah Kesultanan Patani Darussalam dipecah menjadi dua, yaitu patani dimasukkan ke dalam wilayah Thailand, sedangkan Trengganu dan Kelantan dimasukkan ke dalam wilayah koloni Inggris. Sekarang, Trengganu dan Kelantan merupakan Negara bagian dari Malaysia.
                        Peristiwa dimasukkannya wilayah patani secara resmi ke dalam Negara Thailand dan dihapuskannya system kesultanan, mendapatreaksi keras dari rakyat Patani pada waktu itu. Mereka melakukan perlawanan senjata terhadap kerajaan Thailand. Pada tahun 1903, Abdul qadir (Raja patani) melakukan gerakan dengan strategi perlawanan umum untuk memancing tindaka-tindakan penindasan sehingga melahirkan pemberontakan  umum terhadap pemerintah Thailand dan meminta campur tangan asing, terutama dari Inggris di Malaka. Namun, usaha pemberontakan itudapat ditumpas oleh kerajaan Thailand. Gerakan-gerakan berikutnya adalah:
a)         Perlawanan yang menuntut kemerdekaan penuh dari Thailand di bawah pimpinan Totae (1901)
b)        Perlawanan terhadap pemerintahan dengan cara memboikot pembayaran pajak yang dipimpin oleh Haji Bula 91911)
c)         Pemberontakan yang dipimpinoleh Raja patani terakhir, Sultan abdul Kadir Muhyidin, yang tinggal di Kelantan Malaysia (1992).
Pada masa pemerintahan Pibul Songkram, muncul tuntutan otonomi bangsa Melayu Patani yang dipimpinoleh Haji Sulong, seorang ulama kharismatik yang pernah bermukim di Mekkah. Haji Sulong menuntut tujuh persoalanyang harus dipenuhi oleh pemerintah, yaitu: 
a)      Otonomi penuh empat wilayah (Naratiwat, santun, patani, dan yala) di wilayah bagian Thailand Selatan;
b)      pengajaran bahasa Melayu bagi anak-anak di empat wilayah tersebut;
c)      pendapat yang diperoleh dari wilayah tersebut diperuntukan bagi kesejahteraan rakyat wilayah tersebut;
d)     80% pegawai pemerintah harus orang muslim;
e)      tulisan Arab-Melayu menjadi bahasa resmi;
f)       pembenntukan Makamah Syariah serta mengadakan mahkamah yang khas untuk mengurus dakwah yang berdasarkan hukum islam,
g)      Dan majelis agama Islam berhak mengeluarkan undang-undang administrasi agama Islam dengan disetujui oleh ketua besar di empat wilayah. Karena tuntutan tersebut, Melayu Patani semakin di tekan oleh pemerintah Thailand dan bahkan Haji Sulong bersama dua temannya, Wan Usman Ahmad dan Encik Ishak Yusuf, ditangkap dan dibunuh oleh polisi rahasia Thailand pada hari Jumat 15 Agustus 1954.
Secara umum, Asep Ahmad Hidayat membagi gerakan muslim Thailand  menjadi dua yaitu gerakan non-kooperatif dan gerakan kooperatif. Sepeninggalan Haji Sulong, rakyat Melayu Patani tidak lagi menuntut otonomi, tetapi kemerdekaan penuh bagi bangsa Patani. Haji Sulong telah berhasil membangkitkan rasa nasionalisme di kalangan Melayu Patani. Sekarang, di Thailand  terdapat empat organisasi muslim yang menuntut kemerdekaan penuh bagi Patani, yaitu Barisan Nasional Patani (BNPP) atau National Liberation Front of Patani (NLFP), Barisan Revolusi Nasional (BRN) atau Liberation Front of Republic Patani (NLRP), Barisan Revolusi Nasional (BRN) atau Liberation Front of Republic Patani (LFRP), Pertumbuhan Pembiasaan Patani (PPPP) atau Patani United Liberation Front of Refublic Patani (LFRP), dan Gerakan Mujahidin Patani (GMP). Kendali seluruh organisasi pergerakan nasionalis Patani ini dipegang oleh kaum intelektual Patani. Landasan perjuangan mereka adalah “ Bangsa Melayu, Budaya Melayu, dan Islam”.
Karena perpecahan antar organisasi pembebasan, aktivitas perjuangan kaum gerilyawan Patani agak berkurang. Bersamaan dengan itu, semenjak tahun 1980-an, pihak pemerintah Thailand memulai program pembangunan sosial-ekonomi di empat wilayah Thailand Selatan dengan tujuan membatasi ruang gerak kaum pembebasan Patani dan memperlemah kekuatan mereka. Untuk kepentingan tersebut, pihak pemerintah Thailand mengadakan rencana kerja sama di bidang ekonomi di empat wilayah Thailand Selatan dengan rencana segitiga pertumbuhan Indonesia-Malaisia-Thailand.
Program pendidikan yang di rancang oleh pemerintah Thailand di empat wilayah Melayu dianggap berhasil. Pada tahun 1990, jumlah sekolah umum di wlayah Patani, Naratiwat, Yala, dan Santun mencapai 1.216 buah; mengalahkan jumlah sekolah swasta Islam milik Melayu Patani yang hanya mencapai 189 buah. Kira-kira 202.972 orang pelajar Islam belajar di sekolah pemerintah dan hanya 22.423 orang pelajar yang menuntut ilmu di sekolah agama.[9]
                        Bersamaan dengan itu, Fourth Army Region (FAR) mengadakan beberapa kegiatan untuk menghapus konflik separatis dengan cara bujukan. Di antara program tersebut adalah Taironyem (Kebahagian Selatan) yang diperkenalkan oleh Jendral Chaovalit Yongcahaiyudh. Pada tahun 1981 di provinsi Yala dibentuk agensi Soucthen border Provincer Administrative Centre (SBPAC) yang berfungsi sebagai pusat penyelerasan untuk menghapuskan gerakan pembebasan Patani.
Bagi pemerintah Thailand, kebijakan politik nomor 66/2523 menunjukan tanda-tanda keberhasilannya. Sebagai contoh, aktivitis gerilyawan telah menurun dan gerakan separatis diyakini oleh pemerintah tidak lagi didukung oleh kebanyakan penduduk Patani, terutama masyarakat perdesaan. Apabila pada tahun 1992, FAR berhasil mengadakan perundingan dua organisasi pergerakan nasional pergerakan nasional Patani supaya kembali ke pangkuan pemerintah dan bekerja sama untuk membangun negara. Oleh karena itu, pihak pemerintah Thailand berkesimpulan bahwa gerakan pemisahan di empat wilayah Melayu Patani sudah berada dalam kehancuran.
Pada tanggal 31 Agustus 1989, empat organisasi pergerakan pembabesan BIPP, Barisan Revolusi, Nasional-Kongres, GMP, dan PULO mengadakan ikrar bersama untuk segera membentuk organisasi yang dapat memayungi perjuangan kemerdekaan rakyat Patani. Pada tahun 1991 organisasi induk sudah disetujui, dibentuk, dan diberi nama “Barisan Bersatu Kemerdekaan Patani (BERSATU)” atau United Front for Patani Independence; yang terpilih sebagai presiden pertama BERSATU adalah Wahyudidin dari GMP. Organisasi baru ini dapat menarik perhatian dan keyakinan masyarakat Patani terhadap urgensi gerakan pembebasan Patani bagi terwujudnya suatu negara Patani Raya yang berdaulat penuh. Unit-unt gerilya pun meningkat di empat wilayah Melayu Patani. Sejak itu, pihak pemerintah Thailand mulai memberi perhatian kepada BERSATU. Surat tawaran kerja sama bagi penyelesaian masalah Patani pun dilayangkan kepada BERSATU melalui FAR pada tanggal 15 November 1991. Dalam menjawab surat tawaran tersebut, BERSATU tetap berpandangan bahwa kerja sama secara ikhlas untuk menyelesaikan masalah bangsa dan negara tidak mungkin tercapai antara pihak penjajah dengan yang dijajah.
Pada tanggal 4-5 Juli 1995, BERSATU mengadakan sidang yang menghasilkan keputusan mengenai pembentukan Komite Perundingan Rakyat Melayu Patani (KPRMP). Komite ini didukung oeh tujuh barisan organisasi pembebasan Patani: BIPP, BIN-Kongres, GMP, PULO, BRN, Gerakan Ulama Patani (GUP), dan PataniUnited Liberation Organization 88 (PULO 88) dan dalam persidangan tersebut, Mahdi Daud, Presiden BERSATU, terpilih menjadi pemimpin KPRMP.
Setelah KPRMP terbentuk, aktivitas gerilya Islam di Patani meningkat, apalagi setelah tertembaknya seorang pemimpin gerilya, Ilyas To’ Bala, dan dua orang rekannya dari BRN-Kongres pada awal 1997. Sebagai reaksinya adalah unit-unit gerilya Islam di Patani mengeluarkan kebijakan operasi “Daun Luruh (Baimai Ruang)” yang bertujuan membalas tindakan polisi dan tentara Thailand secara keseluruhan. Menurut Berita Harian 1997 (Daily News), sebanyak 13 orang tentara Thailand menjadi mangsa operasi “Daun Luruh II” tersebut.
Dari aspek perkembangan organisasi, BERSATU dan KPRMP telah memperluas perpaduan perjuangan dengan cara mewujudkan Majelis Permusyawaratan Rakyat Melayu Patani (MPRMP) dan Perlembagaan Negara Islam Patani (PNMIP) yang diadakan pada tanggal 14-15 Juni1997 (MPRMP mempunyai dua fungsi utama, yaitu
a)      Sebagai majelis perwakilan yang menentukan garis paduan kebijakan dan mengesahkan anggaran belanja negara Patani
b)      Sebagai Majelis pelaksana yang melaksanakan semua kebijakan dan arahan mengenai perjuangan pembebasan Patani.
Gerakan kooperatif yang dilakukan oleh muslim Patani dengan berpartisipasi dalam politik nasional dimulai sejak tahun 1976. Akan tetapi, usaha tersebut hingga tahun 1986 kurang berhasil. Kondisi itu menyadarkan para elit politik Melayu Patani untuk mendirikan Partai Politik. Pada tanggal 3 Mei 1986, bertempat di Majelis Agama Islam Wilayah Patani, disepakati berdirinya Partai Politik Kaum Melayu yang diberi nama Wahdah. Tujuan Partai  Wahdah adalah  :
a)      membentuk perpaduan masyarakat Islam di seluruh Thailand,
b)      menjaga hak dan kepentingan masyarakat Islam di seluruh negeri,
c)      membangkitkan masyarakat Islam dalam aspek politik, ekonomi, pendidikan, dan kemasyarakatan
d)     menanamkan kesadaran politik
e)      memperkenalkan sistem Islam terhadap masyarakat supaya dapat dipahami dan dihayati,
f)       membangkitkan dan memajukan sistem demokrasi.
Antara tahun 1986-1992, Wahdah telah mendorong kaum-kaum muslim Patani untuk menyalurkan aspirasi politiknya melalui jalur parlemen. Usaha yang dilakukan Wahdah cukup berhasil. Hal ini terbukti dlam pemilu 1992, sebanyak 12 orang muslim meraih kursi di parlemen. Dari 12 orang tersebut terdapat 2 orang muslim yang menduduki jabatan wakil menteri, yaitu Den Tuk Mina sebagai Menteri Dalam Negeri, dan Surin Pitsuawan sebagai wakil Menteri Luar Negeri.
Implikasi dari banyaknya wakil Muslim di kursi parlemen adalah semakin berkembang pula instansi Islam di wilayah Thailand Selatan secara bebas. Diantarana adalah Majelis Agama Islam, Institusi Sosial (kebajikan) dan Pendidikan, dan Institusi Dakwah. Institusi ini mendorong perkembangan siar Islam di Thailand. Pada tahun 1994 terdapat 2.347 masjid, sedang jumlah masjid di thailand secara keseluruhan adalah 2.799 buah. Selain itu, kerja sama pendidikan dan ekonomi internasional dengan organisasi-organisasi Islam internasional mulai dijalankan, diantaranya kerjasama dengan Rabith Alam Islami, Islamic Development Bank (IDB), Internasional Islamic Relief Organitation (IRO), The Muslim World Committee, dan Asia Muslim Commite.[10]
Dari jumlah pemeluknya, islam adalah agama kedua yang cukup penting di Thailand menurut gambaran resmi, masyarakat Muslim merupakan 4% dari seluruh penduduk thailand yang kini mencapai kurang lebih 50 juta jiwa.[11]


b)     Umat Islam Masa Kini di Thailand
Islam di Thailand menemui titik kemajuan. Pemerintah memahami betul bahwa upaya untuk menciptakan perdamaian dengan kekuatan militer tidak membuahkan hasil, bahkan memperparah keadaan dan melahirkan perlawanan. Sehingga akhirnya pemerintah, dalam hal ini kerajaan, memberi kesempatan bagi warga muslim untuk beribadah dan menganut kepercayaan masing-masing. Bahkan, Raja Thailand juga menghadiri perayaan acara dan hari-hari penting dalam Islam. Pemerintah juga memperbolehkan warga muslim Thailand untuk menyelenggarakan pendidikan Islam. Kesempatan ini tidak dilewatkan oleh umat Islam untuk mengembangkan pendidikan Islam disana. Proses pendidikan Islam di Thailand sudah mengalami perkembangan dan kemajuan. Hal itu bisa kita lihat dari kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh beberapa lembaga Islam. Seperti pengajian bapak-bapak dan ibi-ibu, TPA dan kajian mingguan mahasiswa. Itu adalah beberapa kegiatan rutin yang diadakan mingguan. Masyarakat dan Pelajar Muslim. Indonesia juga mengadakan silaturrahim bulanan dalam forum pengajian, yang dilaksanakan di berbagai wilayah di Thailand. Kabar baiknya, pemerintah membantu menerjemahkan Al Quran ke dalam bahasa Thai. Pemerintah Thai juga membolehkan warga muslim mendirikan masjid dan sekolah muslim. Kurang lebih tercatat lebih dari 2000 masjid dan 200 sekolah muslim di Thailand. Umat islam di Thailand bebas mengadakan pendidikan dan acara-acara keagamaan. Tidak hanya itu saja. Program pengembangan pendidikan Islam di Thailand sudah mencapai level yang lebih dari sekedar nasional dan regional. Umat muslim Thailand bekerjasama dengan beberapa lembaga pendidik- an negara lain, baik yang nasional maupun internasional untuk mengadakan seminar internasional pendidikan Islam. Mereka me-ngirimkan kader-kadernya ke berbagai universitas dunia, seperti Al Azhar Mesir dan Madinah. Dan juga beberapa universitas tanah air, seperti UII, UIN, Universitas Muhammadiyah dan lainnya. Termasuk juga mengirimkan putra-putra Thailand ke berbagai pesantren di Indonesia, termasuk Gontor. Pusat dakwah Islam terbesar di Bangkok terletak di Islamic Center Ramkamhaeng. Hampir semua aktifitas keislaman mulai dari pengajian, layanan pernikahan, serta makanan halal dapat ditemukan. Salah satu orang yang berjasa di bidang sertifikasi makanan halal adalah Winai Dahlan (cucu dari KH Ahmad Dahlan), yang sudah puluh-an tahun tinggal dan menjadi warga Thailand, yang menjabat sebagai direktur dari Halal Science Center di Universitas Chulalongkorn, yang giat melakukan promosi mengenai makanan halal ke seluruh dunia.[12]
3.        MALAYSIA
a)      Sejarah perkembangan Islam di Malaysia
Islam masuk ke wilayah ini lewat jalan pedagang-pedagang Arab. Disebutkan bahwa mereka sampai ke Malaka pada tahun 675 H / 1276 M. Raja Malaka masuk Islam melalui tangan mereka, dan mengganti namanya menjadi Muhammad Syah, lalu diikuti oleh rakyatnya. Malaka merupakan kerajaan islam pertama di sana.[13]
Sebelum Islam datang di wilayah Asia Tenggara, Malaysia berada di jalur perdagangan dunia yang Menghubungkan kawasan-kawasan di Arab dan India dengan wilayah China, dan dijadikan tempat persinggahan sekaligus pusat perdagangan yang amat penting. Maka tidak heran jika wilayah ini juga menjadi pusat bertemunya berbagai keyakinan dan agama (a cross-roads of religion) yang berinteraksi secara kompleks lengkap.[14]
Di Semenanjung Malaya, pada abad X daerah kekuasaan kerajaan Malaka telah menerima Islam. sampai saat ini Islam menjadi agama resmi Negara federsi Malaysia. Undang-undang Malaka dengan jelas berisi hukum Islam yang menetapkan bahwa pemerintah Malaka harus dijalankan sesuai dengan hukum Qur’ani. Berdasarkan sejarah, (pada tahun 1308 secara jelas menunjukkan pelaksanaan hukum Islam dikerajaan Malaysia. Di dalam Undang-undang di Malaysia juga ada pasal yang identik dengan hukum mazhab imam Syafi’i.
Pada tingkat lokal orang-orang melayu tampak solid dalam menyiarkan agama. Sistem pendidikan Islam tradisional tetap bertahan. Pondok, surau dan Madrasah muncul sebagai pusat pengajaran Agam yang sangat penting. Untuk mendapatkan pendidikan lanjutan di bidang pengetahuan agama, orang masih tetapharus mencarinya di Timur Tengah. Di tingkat desa, kaum ulama tetap merupakan pemimpn sosial dan keagamaan orang-orang Melayu. Ornga-orang Melayu di Malaya sangat sedikit yang mendapatkan pendidikan modern yang lebih tinggi. Di bidang ekonomi, mayoritas orang-orang Melayu bermata penchharian sebagai petani dan nelayan. Kelas para pedagang Melayu tiba-tiba tersingkir. Hanya kaummuslimin yang bersifat kosmopolitanlah yang bisa bertahan. Pola perkembangan yang tidakseimbang antara orang-orang Melayu dan orang-orang imigran pun muncul. Inilah yang memicu dan memacu orang-orang Melayu untuk bangkit.
Pada masa pemerintahan Inggris, urusan-urusan agama dan adat Melayu lokal di bawah yurisdiksi sultan-sultan dan hal ini diatur melalui sebuah departemen, sebuah dewan maupun kantor sultan.akan tetapi, setelah 1948, setiap Negara bagian dalam federasi Malaya telah membentuk sebuah departemen urusan agama. Orang-orang muslim di Malaysia juga tunduk pada hokum Islam yang diterapkansebagaai hokum status pribadi, dan tunduk pada yurisdiksi pengadilan agama yang diketuai oleh hakim agama. Bersamaan dengan itu, pendidikan agama Islam di Malaysia telah diberi dimensi baru dengan dibentuknya fakultas-fakultas dan jurusan-jurusan agama di berbagai universitas. [15]
Secara konstitusi semua orang Melayu dipandang Muslim (100%) sebagaimana terdapat pada Pasal 160 Konstitusi Malaysia. Malaysia adalah masyarakat multi-agama dan Islam adalah agama resminya. Menurut gambaran Sensus Penduduk dan Perumahan 2000, hampir 60,4 persen penduduk memeluk agama Islam; 19,2 persen Buddha; 9,1 persen Kristen; 6,3 persen Hindu; dan 2,6 persen Agama Tionghoa tradisional. Sisanya dianggap memeluk agama lain, misalnya AnimismeAgama rakyatSikh, dan keyakinan lain; sedangkan 1,1% dilaporkan tidak beragama atau tidak memberikan informasi[16]
Untuk tujuan politik, penduduk asli Malaysia disebut bumiputera sedangkan penduduk bukan asli atau kaum pendatang disebut non-bumiputera. Salah satu masalah besar yang dihadapi Malaysia adalah bangkitnya kesadaran orang Melayu yang menunjukkan hubungan konfrontatif antara nasionalisme dengan Islam. banyak literature yang mengupas ini. Keyakinan yang ditampilkan oleh kaum kaum Islamis merupakan inti dari konflik tersebut. Mereka tidak sekedar berusaha memurniakan agam dari pengaruh-pengaruh non-Islam, namun juga semakin melihat adanya kontradiksi antara tujuan nasional dengan tujuan-tujuan Islam.
Di samping itu,memang faktor etnik lebih dominan dan bagaimanapun juga tetap merupakan sesuatu yang penting dalam percaturan politik di Malaysia. Sebagian besar partai politik masih diorganisasi secara komunal. Kepentingan kaum Muslim diwakili dalam sejumlah partai politik, yaitu United Malay National Organization  (UMNO) dan partai Islam (PAS) yang merupakan partai oposisi.      
Peranan Islam dalam politik lebih kentara di Malaysia terutama di tahun 1980 an. Saat ini merrupakan factor krusial baik di tingakat nasional maupun local. PAS menyatakan dalam kampanye untuk membentuk Negara Islam. partai ini mendapat dukungan masyarakat yang cukup besar di Negara-negara yang didominasi Muslim seperti Kelantan, Trengganu, Kedah dan Perlis.
Di antara organisasi Islam lain, Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) berada di barisan terdepan dalam mempromosikan citra positif tentang Islam kepada kaum Muslim dan juga masyarakat non-muslim. Darul Arqom di sisi lain membentuk gerakan non plitik yang bertujuan mewujudkan gaya hidup sebagaimana dujalankan oleh asyarakat Islam pertama di zaman nabi. Orang-orang Melayu disengaja ataupun tidak, tetap memiliki hubungan yang baik dengan sesama warga yang non muslim.[17]
b)     Umat Islam Masa Kini di Malaysia
pada awal abad ke-20, urusan-urusan agama dan adat Melayu lokal di Malaysia di bawah koordinasi sultan-sultan dan hal itu diatur melalui sebuah departemen, sebuah dewan ataupun kantor sultan. Pada tahun 1948, setiap negara bagian dalam federasi Malaysia telah membentuk sebuah departemen urusan agama. Orang-orang muslim di Malaysia juga tunduk pada hukum Islam yang diterapkan sebagai hukum status pribadi, dan tunduk pada yurisdiksi pengadilan agama (mahkamah syariah) yang diketua hakim agama. Bersamaan dengan itu, juga ilmu pengetahuan semakin mengalami perkembangan dengan didirikannya perguruan tinggi Islam dan dibentuk fakultas dan jurusan agama. Perguruan tinggi kebanggaan Malaysia adalah Universitas Malaya yang kini kita kenal Universistas Kebangsaan Malaysia.
Memasuki masa paska kemerdekaan, jelas sekali bahwa pola perkembangan Islam tetap dipengaruhi oleh pihak penguasa (top down). Sebab, penguasa atau pemerintah Malaysia menjadikan Islam sebagai agama resmi negara. Warisan undang-undang Malaka yang berisi tentang hukum Islam yang berdasarkan konsep Qur’aniy berlaku di Malaysia.
Di samping itu, ada juga undang-undang warisan Kerajaan Pahang diberlakukan di Malaysia yang di dalamnya terdapat sekitar 42 pasal di luar keseluruhan pasal yang berjumlah 68, hampir identik dengan hukum mazhab Syafi’i. Pelaksanaan undang-undang yang berdasarkan Alquran, dan realisasi hukum Islam yang sejalan dengan paham Syafii di Malaysia sekaligus mengindikasikan bahwa Islam di negara tersebut sudah mengalami perkembangan yang signifikan.
Dengan adanya proses islamisasi di Malaysia yang memainkan peranan penting dalam mengembangkan ajaran Islam adalah ulama atau pedagang dari jazirah Arab yang pada tahun 1980-an Islam di Malaysia mengalami perkembangan dan kebangkitan yang ditandai dengan semaraknya kegiaan dakwah dan kajian Islam oleh kaum itelektual dan menyelenggarakan kegiatan intenasional yaitu Musabaqah ilawatil Al-Qur’an yang selalu diikuti qari qariah Indonesia. Selain tersebut perkembangan Islam di Malaysia makin bertambah maju dan pesat, dengan bukti banyaknya masjid-masjid yang dibangun, pada tahun 2010 jumlah masjid dimalaysia berjumlah 5005 masjid, sehingga dapat dikatakan bahwa perkemabangan Islam di Malaysia, tidak banyak mengalami hambatan. Bahkan, ditegaskan dalam konstitusi negaranya bahwa Islam merupakan agama resmi negara. Di kelantan, hukum hudud (pidana Islam) telah diberlakukan sejak 1992.
Namun demikian Malaysia yang menganut agama resmi Islam tetap menjamin agama-agama lain dan oleh pemerintah diupayakan menciptakan ketentraman, kedamaian bagi masyarakat walaupun pemegang jabatan adalah pemimpin-pemimpin muslim, tidak berarti Islam dapat dipaksakan oleh semua pihak, sebagai konsekwensi semua masyarakat termasuk non muslim harus menghargai dan menjunjung tingi konstitusi negara kebangsaan Malaysia.[18]
4.        FILIPINA
a)      Sejarah Perkembangan Islam di Filipina
Islam telah memiliki sejarah yang panjang di Filipina, sejak zaman prakolonial. Masyarakat muslim dibagian selatan tercatat sebagai masyarakat yang mampu mempertahankan diri dari potensi Spanyol selama tiga ratus tahun.[19]
sejarah hubungan antara kaum Muslim di Selatan atau Moro dan penguasa penjajah Spanyol merupakan sejarah konfrontasi abadi. Setelah kependudukan militer dari tahun 1899 hingga 1903, provinsi Moro berdiri dari tahun 1903 hingga 1913 sebagai unit politik dan militer. Dari tahun 1914 hingga tahun 1920, didirikan wilayah bagian Mindanau dan Sulu. Tak lama kemudian urusan kaum Muslim pun di tangani oleh pemerintah Filipina.
Filipina adalah Negara kepulauan dengan 70107 buah pulau. Penduduknya yang berjumlah 47 jiwa menggunakan 87 dialek bahasa yang berbedabeda yang mencerminkan banyaknya suku dan komunitas etnis. Islam telah mempunyai sejarah yang panjang di Filipina. Sejak permulaan abad XX sajalah wilayah kaum Muslim disatukan secara administratif dan sistematis ke dalam masyarakat politik yang lebih luas.[20]
Pengaruh Arab dan penyebaran Islam di Filipina bermula dari Sulu yang dibawa oleh seorang Syekh yang kemudian menikah dengan putri Raja Sulu pada awal abad ke-8/14 M. setelah itu dikutip seorang bangsa Arab keturunan Syekh yang bernama Makdhum Karim atau Tuan Sarrif Auliya’. Beliau tiba di Sulu pada abad ke-14 setelah itu datang seorang pendakwah atau da’I Arab yang bernama Syekh Abu Bakar atau Syarif al-Hashim yang berasal dari Mekkah. Kemudian beliau dilantik menjadi sultan di Sulu kemudian diwarisi oleh 32 sultan dan yang terakhir adalah Sultan Jumal al-Karim II (1884-1936).
Dari Sulu inilah kemudian Islam tersebar ke Mindanau pada abad 10 H yang dibawa oleh Ali Zainal Abidin yang bergelar “Kabungsuwan” yang merupakan keturunan Syed ‘Alawiyyah yang memiliki hubungan keluarga dengan kerabat raja di Johor. Kedudukan dan pengaruh kabungsuwan semakin hari semakin kuat sehingga beliau berjaya mengislamkan hampir semua penduduk Mindanau dan seterusnya mengesaskan sebuah kerajaan Islam yang berdaulat disana. Kerajaan Islam di Mindanau ini telah diwarisi oleh keluarga kabungsuwan yang kemudian telah meluaskan kerajaan taklukan mereka kebeberapa buah kerajaan Islam yang lain, seperti Kerajaan Mindanau, Kerajaan Buayan, dan Kerajaan Butig.
Sumbangan dari Syed dalam bidang dakwah Islam sangatlah besar bagi penyebaran awal Islam di Filipina karena mereka sudah terkenal sebagai ahli agama sejak mereka di Hadramaut. Pandangan dan pemikiran orang Syed khususnya Syed ‘Alawiyyah terhadap agama adalah bercorak konservatif karena mereka tidak bersedia untuk menerima sembarangan perubahan dan pembaruan.
Pada perkembangan selanjutnya orang muslim di Filipina menamakan dirinya sebagai Muslim Moro. Namun, nama ini sebenarnya lebih bersifat politis, karena dalam kenyataaannya Moro terdiri dari banyak kelompok etnolinguistik, umpamanya Maranao, Mguindano, Tausug, Samal, Yakan, Ira Nun, Jamanapun, Badjo, Kalibugan, Kalagan, Dan Sangil. Jumlah masyarakat Moro sekitar 4,5 jiwa atau 9% dari seluruh penduduk Filipina.
Dalam kehidupan sosial antara kelompok elit tradisional dan massa terdapat jurang pemisah yang cukup lebar dikalangan muslim Moro. Identifikasi dan kesadaran etnik yang terjadi karena pembagian-pembagian komunitas muslim secara geografis tampaknya sangat kuat. Namun meskipun terdapat variasi dan perbedaan itu, terdapat persaudaraan keagamaan terutama ketika menghadapi persoalan yang sama. Bukan hanya agama yang menyatukan orang-orang muslim di Filipina, akan tetapi kesulitan ekonomi dan kerasnya hidup yang dialami sebagi penduduk minoritas membuat mereka merasakan nasib yang sama. Kebijakan untuk menempatkan orang-orang kristen di Mindanau beberapa dekade yang lalu sejak berakhirnya perang dunia ke II membuat keseimbangan tradisional terganggu, dan merugikan masyarakat muslim. Masuknya modal dan teknologi besarbesaran kewilayah Mindanau di berbagaii sektor ekonomi dan industri yang beberapa kasus mengakibatkan tersingkirnya masyarakat muslim dari komunitasb tradisionalnya, sangat tidak menguntungkan masyarakat muslim. Dari beberapa peristiwa tersebut telah menimbulkan semangat perjuangan dalam solidaritas gerakan dakwah, oleh karenanya muncullah beberapa organisasi Islam. Diantaranya adalah Muslim Independence Movement (MIM di tahun 60-an), Moro National Liberation Front (MNLF) dan Bangsa Moro Army (BMA) yang berjuang bagi kaum muslim Filipina karena mereka terlalu dieksploitasi ekonomi, politik, dan kehidupan sosial.
Sebagaimana juga kawasan lain, Islam di Filipina juga mengalami kebangkitan yang cukup signifikan. Seorang ilmuan muslim, Asiri Abubakar, menguraikan beberapa faktor yang turut menyumang kebangkitan Islam Filipina, diantaranya :
1)      Bertambbahnya hubungan dengan ulama dan para pendatang muslim yang terpelajar dari dunia Arab;
2)      Bertambahnya warga Moro yang pergi naik Haji.
3)      Bertambahnya kesempatan melakukan studi diberbagai pusat Islam diseluruh dunia;
4)      Kembalinya ratusan pelajar muslim dari luar negeri;[21]
b)     Umat Islam Masa Kini di Filipina
Kemerdekaan yang didapatkan Filipina (1946) dari Amerika Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi bangsa Moro.  nasib bangsa Moro tidak pernah berubah sampai sekarang.
Hengkangnya AS dari Filipina ternyata memunculkan penjajah lainnya (pemerintah Filipina). Tekanan semakin terasa hebat dan berat ketika Ferdinand Marcos berkuasa (1965-1986). Kebijakan umum pemerintahan Filipina terhadap kaum muslim pada dasarnya tidak berubah, hanya berbeda intensitasnya dari satu Presiden ke Presiden lainnya. Pemerintah Manila mempunyai empat titik pandang terhadapkaum muslim.
1.      Pemerintah masih memegang pandangan colonial yaitu “Moro yang baik, adalah Moro yang Mati”.
2.       Kaum muslim adalah warga kelas dua Filipina.
3.      Kaum muslim adalah penghambat pembangunan.
4.      Masalah Moro adalah masalah integrasi yaitu bagaimana mengintegrasikan mereka kedalam arus utama (mainstream) tubuh politik nasional.
Pandangan pemerintah ini telah mengundang sejumlah protes dan perlawanan dari kaum muslim. Dari sinilah kemudian muncul front-front perlawanan seperti MIM (Muslim Islamic Movement), Anshar el Islam, MNLF (Moro National Liberation Front), MILF (Moro Islamic Liberations Front).[22]
Islam adalah agama terbesar kedua di Filipina. Jangkauannya tidak hanya tersebar di Mindanao, tetapi juga di sejumlah provinsi lain.
Dilansir Rappler, Senin (20/7), Kantor Statistik Nasional (NSO) mencatat, jumlah penganut Islam pada 2010 tercatat sebanyak 5.127.084 penduduk. Angka itu meningkat hampir sepertiga atau 32,7%, dari jumlah 3.862.409 pada tahun 2000.
Mayoritas Muslim Filipina tinggal di kelompok pulau Mindanao, dengan setidaknya 4.838.060 Muslim di sana, atau 94% dari penduduk Islam di negara itu.
Sebagian Mindanao dikenal sebagai Wilayah Otonomi Muslim Mindanao (ARMM), rumah bagi setidaknya 2.979.814 Muslim, atau 58% dari populasi Muslim di Filipina. ARMM terdiri dari provinsi Basilan, Lanao del Sur, Maguindanao, Sulu, dan Tawi-Tawi, tetapi tidak termasuk Isabela City di Basilan dan Cotabato City di Maguindanao. 
Lima provinsi ARMM tersebut memiliki penganut Islam terbanyak di Filipina. Salah satunya di Metro Manila, yang mencatat sekitar 105.094 penghuni Muslim.[23]














\

BAB II
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
Terdapat 3 teori mengenai tempat asal datangnya Islam ke Asia Tenggara, ada tiga teori besar, yaitu:
  1. Teori yang Menyatakan Bahwa Islam Datang Langsung dari Arab (Hadramaut)
  2. Teori yang Menyatakan Bahwa Islam Datang dari India, Yakni Gujarat dan Malabar
  3. Teori yang Menyatakan Bahwa Islam Datang dari Bengali (Bangladesh)
Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi.
Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara.
Sejak abad pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka memang sudah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah (660-749).
Diantara negara-negara di Asia Tenggara adalah brunai darussalam, thailand, malaysia, dan filipina. Negara-negara tersebut memiliki sejarah tersendiri mengenai datangnya Islam ke negara-negara tersebut sebagaimana telah disebutkaan diatas.




DAFTAR PUSTAKA

Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001.
Ilahi, Wahyu dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah, Jakarta : Kencana, 2007.
Subaguk, Sejarah Peradaban di Asia Tenggara, Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 2000.
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam , Bandung : CV Pustaka Setia, 2008.
Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial, Politiik, dan Budaya Umat Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Zuhairini, Sejarah pendidikan Islam, Jakarta: Proyek Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama, Direjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986.
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/07/21/nrswpp-islam-berkembang-subur-di-filipina


[1]  Wahyu Ilahi dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah, (Jakarta : Kencana, 2007),  hlm : 53-54.
[2] Subaguk, Sejarah Peradaban di Asia Tenggara, (Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 2000), hlm 32.
[3] Wahyu Ilahi dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah., hlm. 155.
[4] Subaguk, Sejarah Peradaban di Asia Tenggara, hlm 32.
[5] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial, Politiik, dan Budaya Umat Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),  hlm :262.
[6] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam , (Bandung : CV Pustaka Setia, 2008), hlm : 230.
[7] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial, Politiik, dan Budaya Umat Islam,),  hlm :262-265.
[9] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 211-212.
[10] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam ,.hlm : 211-215.
[11] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial, Politiik, dan Budaya Umat Islam,),  hlm :272-273.
[13] Zuhairini, Sejarah pendidikan Islam, (Jakarta: Proyek Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama, Direjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986), hlm : 133.
[14] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 17.
[15] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial, Politiik, dan Budaya Umat Islam,),  hlm : 267.
[16]  https://id.wikipedia.org/wiki/Malaysia (diakses tanggal 26 maret 2016 pukul 10:33 WIB)
[17] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial, Politiik, dan Budaya Umat Islam,),  hlm : 267-269.
[18] http://ajiraksa.blogspot.co.id/2012/06/perkembangan-islam-di-malaysia.html (diakses tanggal 26 maret 2016 pukul 11.00 WIB).
[19] Wahyu Ilahi dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah., hlm : 167.
[20] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial, Politiik, dan Budaya Umat Islam,),  hlm : 274-276.
[21] Wahyu Ilahi dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah, hlm : 167-169.

[22] http://komunikasi2d-uinsuska.blogspot.co.id/2015/03/perkembangan-islam-di-filipina.html (diakses pada tanggal 25 maret 2016 pukul 1.25 WIB).

[23]http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/07/21/nrswpp-islam-berkembang-subur-di-filipina (diakses pada tanggal 25 maret 2016 pukul 1.00 WIB).
Ruang Belajar Channel
Ruang Belajar Channel Education Content Creator

Posting Komentar untuk "MAKALAH PERKEMBANGAN ISLAM DI ASIA TENGGARA DAN NASIB MUSLIM MASAKINI (BRUNAI DARUSSALAM, THAILAND, MALAYSIA, DAN FILIPINA)"