Kemendikbudristek telah mengembangkan
Kurikulum Merdeka Belajar dalam upaya melakukan pemulihan pembelajaran pasca
pandemi. Bagaimana aturan dan penerapannya?
Kurikulum Merdeka adalah istilah baru
untuk kurikulum prototipe dari Mendikbudristek Nadiem Makarim. Jadi, apa saja
aturan dalam kurikulum ini? Simak pembahasan lengkapnya dalam artikel berikut
ini!
Apa itu Kurikulum Merdeka Belajar?
Pada tahun 2022 ini, setiap sekolah berhak memilih kurikulumnya sendiri. Dalam artian, sekolah dapat menerapkan beberapa kurikulum di antaranya:
- Kurikulum Darurat
- Kurikulum 2013
- Kurikulum Merdeka Belajar
Adapun Kurikulum Merdeka Belajar sendiri
sebenarnya adalah hasil pengembangan dari Kurikulum Darurat yang berjalan
semasa pandemi berlangsung. Namun, Kurikulum Merdeka lebih lanjut menekankan
bahwa siswa atau pelajar dapat memilih sendiri mata pelajaran yang mereka
minati.
Bukan tanpa sebab bahwa setiap
sekolah memiliki hak untuk implementasi salah satu dari 3 kurikulum yang
tersedia. Terlebih lagi, kebijakan ini terjadi berdasarkan beberapa
perimbangan, yaitu:
- Sekolah punya hak dan
tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum berdasarkan kebutuhannya
masing-masing.
- Membebaskan pilihan
kurikulum dapat mempermudah proses perubahan kurikulum secara nasional.
Oleh karena itu, pemberian wewenang untuk memilih kurikulum menjadi salah
satu usaha untuk melakukan perubahan.
Kurikulum Merdeka merupakan
pembelajaran dengan patokan bahwa setiap pelajar punya bakat dan minatnya
masing-masing. Dengan demikian, kurikulum ini punya tujuan untuk mengejar
ketertinggalan pembelajaran yang terjadi semasa COVID-19.
Sekolah tentu saja dapat terus
menggunakan Kurikulum 2013 sambil mempersiapkan diri untuk penerapan Kurikulum
Merdeka Belajar. Namun, setiap sekolah berhak menerapkannya setelah mengkaji
kebutuhan masing-masing.
Karakteristik Kurikulum Merdeka Belajar
Kurikulum Merdeka Belajar sudah
terlebih dahulu populer dengan nama Kurikulum Prototipe. Lebih daripada itu,
keunggulan utama kurikulum ini adalah fleksibilitas kepada siswa untuk
mengembangkan karakter serta kompetensinya masing-masing.
Sebagai salah satu kurikulum yang
muncul untuk mendukung pembelajaran pasca pandemi, Kurikulum Merdeka Belajar
mengetengahkan learning loss yang punya beberapa karakteristik sebagai berikut:
- Pembelajaran Kurikulum
Merdeka Belajar akan berlangsung berdasarkan project. Pasalnya, project
sangat bermanfaat dalam mengembangkan soft skill siswa serta membangun
karakter yang sesuai dengan profil pelajar Pancasila.
- Selanjutnya, fokus
pembelajaran pada Kurikulum Merdeka Belajar akan terletak pada
materi-materi yang esensial. Dengan demikian, siswa akan mendapatkan
pembelajaran yang lebih mendalam sesuai dengan kompetensi dasar dalam
bidang numerasi dan literasi.
- Pendidik akan punya
fleksibilitas untuk mengajar sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa.
Lebih daripada itu, pendidik juga dapat menyesuaikan konsep pembelajaran
dengan muatan lokal serta konteks pendidikan masing-masing.
Alasan Penerapan Kurikulum Merdeka Belajar
Indonesia memang mengalami krisis
pendidikan dalam tempo yang cukup lama. Lebih daripada itu, ada banyak siswa
Indonesia yang gagal memahami bacaan sederhana maupun menerapkan matematika
dasar.
Hal ini terjadi karena kesenjangan
pendidikan di antara berbagai wilayah dan kelompok sosial masyarakat Indonesia.
Tentu saja, kondisi pendidikan Indonesia menjadi semakin genting akibat pandemi
COVID-19. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil kebijakan khusus untuk
menanggulangi permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan Indonesia.
Perubahan sistemik menjadi salah satu
solusi utamanya. Jadi, perubahan kurikulum sekolah merupakan sesuatu yang tak
dapat terhindarkan. Dengan demikian, Kemendikbudristek pun memberlakukan
penerapan Kurikulum Merdeka Belajar demi menjaga keberlangsungan pendidikan di
Indonesia.
4 Pokok Kebijakan Terkait Kurikulum Merdeka Belajar
Ada 4 pokok kebijakan yang perlu
diketahui saat membahas Kurikulum Merdeka Belajar, yaitu:
1. Pengaturan USBN atau Ujian Sekolah
Berstandar Nasional
Sejak tahun 2020, USBN telah
tergantikan dengan asesmen atau ujian mandiri dari setiap sekolah. Ujian ini
selanjutnya akan menilai dan melakukan asesmen terhadap kompetensi siswa
melalui tes tertulis maupun tes lain yang berbentuk penugasan dan karya tulis.
Tindakan ini tentu saja mendukung
Kurikulum Merdeka Belajar karena sekolah dan guru kini memiliki kebebasan dalam
menilai kompetensi masing-masing siswanya. Kemudian, anggaran yang sebelumnya
berguna untuk pelaksanaan USBN akan dialihkan kepada kebutuhan pengembangan
kualitas dan kapasitas guru sehingga kualitas pendidikan Indonesia pun membaik.
2. Pengaturan UN atau Ujian Nasional
UN atau Ujian Nasional pun akan terus
ditiadakan. Sejak tahun 2021, UN sebenarnya telah berganti menjadi AKM (Asesmen
Kompetensi Minimum) dan Survey Karakter. Sistem penilaian ini berfokus pada
penilaian kompetensi numerasi dan literasi siswa. Lebih daripada itu, AKM juga
akan berdampak baik pada asesmen pendidikan berskala internasional seperti PISA
dan TIMSS.
Berbeda dengan UN yang terlaksana di
akhir jenjang sekolah, AKM akan berjalan pada tengah jenjang sekolah yaitu di
kelas 4, 8 dan juga kelas 11. Tujuan penyelenggaraan AKM ini adalah untuk
mendorong sekolah dan guru agar melakukan perbaikan mutu pembelajaran dengan
baik. Terlebih lagi, kebutuhan perbaikan bukan hanya untuk seleksi naik jenjang
siswa melainkan untuk meningkatkan kualitas pengetahuan generasi muda
Indonesia.
3. Perbaikan RPP atau Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran
Lebih daripada itu, Kurikulum Merdeka
Belajar juga memungkinkan guru untuk membuat dan mengembangkan format RPP
secara mandiri. Namun, RPP harus tetap memiliki 3 komponen utamanya yaitu
tujuan, kegiatan dan asesmen pembelajaran.
4. Pelaksanaan Zonasi untuk PPDB atau
Penerimaan Peserta Didik Baru
Selanjutnya, dari sisi PPDB,
pemerintah akan tetap memilih untuk menerapkan sistem zonasi. Namun, kebijakan
zonasi akan berlaku secara lebih fleksibel. Terlebih lagi, kondisi, akses, dan
ketimpangan kualitas di tiap daerah sangatlah berbeda-beda. Oleh karena itu,
penerapan kebijakannya harus juga mempertimbangkan keadaan lokal.
Adapun komposisi penerimaan siswa baru meliputi:
- 50 persen dari jalur zonasi
- 15 persen dari jalur afirmasi
- 5 persen dari jalur perpindahan
- 0-3 persen dari jalur prestasi
- 0-30 persen lainnya akan menjadi kebijakan sesuai kondisi daerah
Lebih daripada itu, Mendikbudristek
Nadiem Makarim juga sudah menegaskan bahwa setiap daerah berhak menentukan
proporsi zonasi sesuai dengan kondisi wilayahnya.
Demikian pembahasan lengkap soal Kurikulum Merdeka Belajar. Harapan kami penjelasan ini dapat memberikan gambaran akan Kurikulum baru yang berlaku di Indonesia.
Posting Komentar untuk "Kurikulum Merdeka Belajar : Pengertian, Penerapan, dan Karakteristiknya"