Pasca kemerdekaan Indonesia, tidak sepenuhnya Tanah Air bebas. Para pahlawan masih terus berjuang karena Belanda kala itu berpikir masih memiliki hak atas Indonesia. Ada banyak peristiwa yang terjadi, salah satunya adalah Perjanjian Linggarjati atau perjanjian kuningan.
Perjanjian Linggar Jati adalah salah satu perjanjian yang dilakukan oleh Indonesia dan Belanda dalam sejarah kemerdekaan RI. Perjanjian ini dilaksanakan di Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat yang menghasilkan status kemerdekaan RI.
Sebelum perjanjian ini dibuat, pihak Belanda dan Indonesia sendiri
sudah mengadakan serangkaian perundingan baik di Indonesia ataupun di Belanda terkait dengan status kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi kedua belah pihak belum menemukan titik temu terkait status Indonesia sebagai negara yang merdeka.
Sampai pada tanggal 11 - 15 November 1946 dilaksanakanlah Perjanjian Linggarjati, Jawa Barat. Hasil perjanjian tersebut ditandatangani pada tanggal 15 November 1946 dan di tandatangani secara sah pada 25 Maret 1947.
Latar Belakang Terjadinya Perjanjian Linggarjati
Perundingan pembuatan Perjanjian
Linggarjati dimulai pada tanggal 11 November 1946 hingga 13 November 1946.
Perjanjian ini akhirnya resmi ditandatangani 15 November 1946. Tentu saja ada
latar belakang yang menyebabkan terbentuknya perjanjian besar ini.
Proklamasi yang menyatakan Indonesia merdeka di 17 Agustus 1945 sendiri
ternyata tidak begitu saja diterima. Penjajahan yang sangat panjang dari bangsa
Eropa, terutama dari Belanda lalu setelahnya Jepang pun memberikan efek yang
cukup besar. Bahkan setelah proklamasi terjadi, Belanda masih kekeh untuk
memiliki Indonesia sebagai negara jajahannya.
Pasukan Belanda yang bergabung dalam NICA (Netherlands-Indies Civiele Administration) kembali datang setelah
proklamasi disuarakan. Dimana kala itu Belanda bekerja sama dengan pasukan
Sekutu yang saat itu berhasil memenangkan perang. Namun, tentu saja Indonesia
tidak mau lagi menjadi bagian dari negara jajahan Belanda.
Maka, pada tanggal 23 Oktober 1945 diadakan perundingan di Jakarta antara Pemerintah Republik Indonesia dengan NICA. Namun sayang, perundingan ini tidak menghasilkan kesepakatan apapun.
Beberapa bulan kemudian digelar lagi perundingan pada tanggal 13 Maret 1946 dan berlanjut pada tanggal 16 Maret hingga 17 Maret 1946. Dalam perundingan ini lahirlah naskah yang disebut Batavia Concept (Rumusan Jakarta). Naskah tersebut merupakan nota kesepahaman untuk tahap perundingan selanjutnya.
Dalam pertemuan ini dari Belanda diwakili oleh Perdana Menteri Prof.
Dr. Ir. W. Schemerhorn. Sedangkan delegasi dari Indonesia dipimpin oleh Soetan Sjahrir. Tidak hanya itu saja, ada juga pihak dari Inggris (Sekutu) yang
bertugas menjadi penengah, dimana kala itu yang mewakili adalah Sir Archibald
Clark Kerr dan Lord Inverchapel.
Proses Pembuatan Perjanjian Linggarjati
Dari latar belakang tersebut, bisa dikatakan bahwa pembuatan
Perjanjian Linggarjati ini adalah
karena pemerintah Indonesia menginginkan kemerdekaan yang utuh. Dimana kala itu sangatlah sulit, mengingat Belanda yang masuk sebagai bagian dari
Sekutu menginginkan kembali tanah Indonesia.
Tentu saja dalam prosesnya, pembuatan Perjanjian Linggarjati ini tidaklah mudah. Bahkan terkesan alot. Beberapa pertemuan awal yang terjadi di Hoge Veluwe, Belanda tanggal 4 April hingga 24 April 1946 sendiri telah membahas akan status kemerdekaan Indonesia beserta dengan kenegaraan dan wilayahnya.
Mendengar hal tersebut, Kerajaan Belanda menyatakan ketidaksetujuannya. Kemudian menawarkan satu opsi, yaitu menjadikan Indonesia sebagai negara bawahan yang tergabung dalam persemakmuran Belanda. Tentu saja, Soetan Sjahrir menolak mentah-mentah opsi dari Belanda ini. Kreana kedaulatan Indonesia harus didapatkan secara penuh dan negara tidak di bawah pihak manapun. Maka daripada itu, dibuatlah kesepakatan baru untuk melanjutkan perundingan lagi.
Pada tanggal 7 oktober perundingan kembali dilanjutkan dengan tujuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada. Perwakilan dari pihak Indonesia dalam perundingan tersebut adalah Soetan Sjahrir, A.K. Gani, Amir Sjarifuddin, Soesanto Tirtoprodjo, Mohammad Roem, dan Ali Boediardjo. Sementara perwakilan dari pihak belanda adalah Prof. Dr. Ir. W. Schermerhorn dan dari pihak Inggris (sekutu) sebagai penengah diwakili oleh Lord Killearen.
Pada tanggal 14 Oktober 1946, akhirnya disepakati akan diadakan
perundingan lebih lanjut untuk pengakuan kemerdekaan Indonesia dari Belanda. Waktu untuk perundingan selanjutnya disepakati pada tanggal 12 November 1946 berlokasi di Linggarjati,
Kuningan, Jawa Barat.
Hasil Perjanjian Linggarjati
Setelah 3 hari menjalani perundingan, pada tanggal 15 November 1946
akhirnya terjadi kesepakatan bersama. Dimana rapat yang diselenggarakan secara
tertutup ini pun menghasilkan Perjanjian
Linggarjati, yaitu:
- Belanda telah mengakui secara de facto, Dimana RI memiliki
wilayah kekuasaan dari Sumatera, Jawa dan Madura.
- Belanda harus meninggalkan wilayah kekuasaan Indonesia secara de
facto paling lambat adalah 1 Januari 1949.
- Republik Indonesia (RI) dan Belanda akan melakukan kerja sama dalam membentuk Negeri
Indonesia Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS), dimana salah satu negara bagiannya merupakan Republik Indonesia (RI).
- RIS serta Belanda akan membentuk UNI
Indonesia-Belanda dimana Ratu Belanda adalah ketuanya.
Tentu saja dalam isi Perjanjian
Linggarjati ini menimbulkan beberapa polemik di kalangan KNIP (Komite
Nasional Indonesia Pusat). Melihat bahwa masih ada jejak Belanda yang akan terus
mengawal Indonesia. Maka daripada itu, perjanjian ini sendiri baru bisa
ditandatangani dan diresmikan pada tanggal 25 Maret 1946, di Istana Merdeka, Jakarta.
Itulah penjelasan secara singkat sejarah dari Perjanjian Linggarjati yang terjadi setelah proklamasi kemerdekaan.
Dimana sudah sangat terlihat bahwa semenjak Jepang kalah, Belanda masih
berusaha keras untuk mengambil alih kedaulatan Indonesia. Dimana dari hasil
perjanjian ini pun memicu banyak peristiwa besar lain yang terjadi di seluruh
daerah di Indonesia.
Posting Komentar untuk "Kronologi Perjanjian Linggarjati, Perundingan Pasca Kemerdekaan"